kisah inspiratif kali ini datang dari Risa yang mengirimkan kisahnya pada kami via email. Di tengah-tengah kegelisahannya terhadap jodoh, ibunya memberinya pengertian tentang arti jodoh yang sebenarnya. Yuk, kita simak bersama.
***
Aku
perempuan berumur 25 tahun. Seperti kebanyakan perempuan lainnya, di
umur yang nanggung ini aku sering galau memikirkan jodoh. Sebenarnya
sering kali aku menepis perasaan itu, tapi rasa ingin tahu akan jodohku
lebih sering muncul dibandingkan tepisanku. Hingga aku ingat suatu pesan
ibuku beberapa waktu lalu.
Sebelumnya,
ibuku berpesan bahwa ia hanya mengijinkan pernikahan bagi anak-anaknya.
Tidak ada kamus pacaran dalam keluarga. Dalam percakapan itu, ibuku
menerangkan bahwa ia akan gelisah jika anak-anaknya sampai terjerumus ke
dalam hal-hal yang memalukan dan dapat mencoreng nama keluarga.
Ibuku
juga mengistilahkan bahwa anak ibarat intan yang berarti sebagai
penghias seluruh keluarga. Hanya saja kadang karena menjadi perhiasan
itulah mereka menjadi khilaf, bukan bersyukur. Dan ibarat emas, anak
selalu berharga mahal jika orang tuanya pandai merawat dan menjaga emas
itu. Tak peduli dengan harga emas yang fluktuatif, tapi orang tua yang
baik dan mengerti bagaimana cara menjaga anak-anaknya selalu tahu waktu
kapan emas itu layak untuk diperjual-belikan. Yaitu melalui pernikahan.
Saat itu, aku baru tahu alasan mengapa ibu dan ayah selalu melarangku ini-itu yang terkesan overprotective.
Membiarkan
mereka yang mengejar kita dengan caranya, menggali lebih dalam potensi
kita sebelum benar-benar teraih oleh salah satu dari mereka, membiarkan
masing-masing diantara mereka dan kita saling meningkatkan kualitas
hidup untuk generasi yang jauh lebih berkualitas; para pendahulunya.
Membiarkan
Tuhan yang menentukan siapa bidadari-bidadara kita setelah kita telah
patuh terhadap perintah-Nya dan tawakkal semampunya. Membiarkan itu
semua mengalir bukan apa adanya, tapi mengalir dengan tetap berjalan
pada koridor-Nya.
Secara tak
langsung, orang tuaku telah menjadikanku sedikit lebih dekat dengan
Allah melalui larangan pacaran. Aku paham bahwa melalui pacaran, pintu
menuju perzinaan akan terbuka. Dan aku bangga pada ibu dan ayah yang
telah melarangku untuk berpacaran, itu artinya beliau benar menjagaku
sesuai syariat islam yang berlaku.
Tak
usahlah kita meragu dan khawatir akan siapa jodoh kita kelak. Dia telah
menyiapkan yang sesuai dan benar untuk kita kelak jika telah tiba
waktunya.
Jodohku tak akan tertukar.
Dia tidak akan cepat-cepat datang menjemputku hingga membuatku gelisah.
Dia juga tidak akan terlambat datang sampai membuatku cemas. Dia akan
menjemputku saat tiba waktu raga dan jiwa kami siap.
***